Jumat, 01 April 2016

Satu Kata Kerja: Hijrah!


Tiada daya dan upaya selain dari-Nya. Hanya Allah tempat terbaik meminta apapun. Termasuk meminta diistiqomahkan menetapi setiap pilihan kebaikan yang dipilih. Bukankah setiap pilihan ada konsekuensinya? Dan konsekuensi-konsekuensi itulah yang terkadang menjadi ujian saat berproses. Meminta untuk tetap bersabar dengan prosesnya, tidak tergesa-gesa, meminta menguatkan tekad dan yang paling utama adalah semakin yakin dengan janji-janji Allah. Bukankah Allah selalu memudahkan urusannya bagi siapapun yang memudahkan urusan-Nya?

Dan kata hijrah, satu kata kerja yang harus senantiasa kita kerjakan. Karena apa? Kita HARUS selalu berpindah menuju kondisi yang lebih baik karena-Nya. Ya, niatnya harus lurus. Karena Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa berhijrah karena Allah, itu yang didapat. Sesiapa yang hijrah karena makhluk, itu yang didapatnya. Sungguh, perkara ini adalah hal yang penting. Meminta kita untuk selalu “menundukkan” hati hanya kepada-Nya. Menundukkan pandangan dari hal-hal yang bisa dibilang, “ah bakalan rugi kalau begini caranya”.

Ya, luruskan niat. Kuatkan tekad. Kuatkan hati. Serius belajar. Serius “bekerja”. Laahaula walaa quwwata illa biLlaah.

Berlarilah sekencang mungkin, hingga pada satu titik bahwa Dialah Allah sebaik-baik tempat sandaran.”

Rabu, 02 Desember 2015

Pilihan Mencintai

Sudah lama tak mengunjungimu. Hai blog ;)

Kali ini, dan memang sudah pingin dilakukan. Nulis lagi disini, hai blog ;)

Ceritanya disini sekarang, bisa jadi berbeda dengan apa apa yang ingin kulakukan waktu itu. Awal awal masuk kuliah yang pingin begini dan begitu.

Bicara tentang tema ini; cinta. Kalau cinta lawan jenis, ah kalau belum saatnya mending tidak berbicara tentangnya. Pengalaman, membuat banyak energi yang terserap. Ya, itu pengalaman. Lebih baik, mempersiapkan diri. Kelak, kita semoga mampu membangun cinta, tidak hanya “jatuh”, tapi dengan orang yang tepat dan waktu yang tepat kita "bangun" #ehm

Bicara cinta yang lain. Ada satu hal yang sampai sekarang masih tumbuh dan semoga semakin tumbuh. Apa itu? Rasa yang bertunas saat memegang amanah senat mahasiswa. Ya, mencintai Indonesia.

Saat itu, aku merasa dibukakan banyak wawasan tentang kondisi negriku. Lewat ilmu kesmas, aku melihat Indonesia meski belum sempurna. Bahwa masyarakat Indonesia “belum sehat”.

Tentang pilihan mencintai. Kondisi yang sekarang sudah sarjana Alhamdulillah. Sarjana yang kebanyakan orang bisa jadi belum tau apa tugas utama SKM sebenarnya, untuk masyarakat.

Banyak cara untuk kelak bagaimana menjawab pertanya Allah, “Untuk apa ilmu yang kau dapatkan?”

Dan hal ini tentu berkaitan dengan pekerjaan yang dipilih. Ada yang bekerja di perusahaan, ngajar, sekolah lagi, mengabdi di pelosok pelosok, riset, dan lain sebagainya. Ya, itu pilihan.

Lantas bagaimana denganku?

Maka, aku tetap memilih disini. Ya, disini. Aku merasa harus belajar lagi, di kota ini. Belajar jadi murid yang baik, belajar bersabar dengan proses, belajar berukhuwah, dan birulwalidain semampunya.

Maukah kalian menemaniku?

Karena pilihan ini bagiku pilihan yang besar. Pilihan yang bisa jadi tak dipilih banyak orang. Pilihan bukan jadi pegawai, yang bisa jadi terbesit dahulu, dan keluarga.

Tidak harus jadi pegawai kan? Aku ingin "sehat" dulu.

*di Apotek Annisa, bersama hujan jam 17.21

Rabu, 23 September 2015

Passion, Mission, Himmah

Hidup ini, kata guru : diubah oleh orang-orang yang hidup bukan karena PASSION.
Tapi MISSION.
Ada HIMMAH yang ingin dicita-citakan.

HIMMAH : JANNAH
Mungkin, untuk mencapai HIMMAH tersebut, kamu harus melakukan hal-hal yang tak kamu suka. Atau, jauh dari impianmu tempo lalu. Bukankah cita memang bisa diperbarui ketika kita meng-ilmuinya?

Berjalanlah!
Bersama dengan orang orang yang satu HIMMAH. Kalau perlu satu MISSION.
Semoga langkahmu dimudahkan.
Allah mengetahui setiap apapun yang ada di hatimu. 

Rabu, 16 September 2015

Berjalanlah sesuai aturanNya


Kita semua akan RUGI.
Kecuali mereka yang memiliki IMAN
Kecuali mereka yang menempuh jalan ILMU terlebih dahulu sebelum AMAL
Lantas, mereka saling bernasehat dalam kebaikan dan kesabaran ..

Apa kabar iman kita hari ini?
Iman akan senantiasa menguat dengan ILMU
Lantas ILMU harus kita praktekkan
agar senantiasa berbuah, lebat, dan bermanfaat

Al-Ashr 1-3

Tempat Kamu ...


At-Tirmidzi al-Hakim rahimahullaah mengatakan,
"Tempat yang cocok bagi anak adalah sekolah. Tempat yang cocok untuk perampok adalah di penjara. Tempat yang cocok bagi wanita adalah di rumah."

(Ath-Thabaqat al-Kubra, karya asy-Sya`rani ) ---Prophetic Parenting

Jumat, 01 Mei 2015

Salah Satu Kuncinya pada Wanita

Taukah Anda tentang alasan Yahudi membenci kaum wanita hingga hampir memusnahkan seluruh kaum hawa di dunia ini?
Simak kisah berikut
“Seorang anak yang rusak masih bisa menjadi baik asal ia pernah mendapatkan pengasuhan seorang ibu yang baik. Sebaliknya, seorang ibu yang rusak akhlaknya, hanya akan melahirkan generasi yang rusak pula akhlaknya. Itulah mengapa yang dihancurkan pertama kali oleh Yahudi adalah wanita.”
Ucapan diatas dilontarkan oleh Muhammad Quthb, dalam sebuah ceramahnya puluhan tahun silam. Muhammad Quthb adalah ulama Mesir yang concern terhadap pendidikan Islam sekaligus pemikir ulung abad 20. Ia tidak hanya dikenal sebagai aktivis yang gencar melakukan perlawanan terhadap rezim Imperialisme Mesir, namun juga cendekiawan yang terkenal luas ilmunya.
Beberapa bukunya pun telah beredar di Timur Tengah dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa yang diantaranya adalah Shubuhāt Hawla al-Islām (literally “Misconceptions about Islam”).Hal nahnu Muslimūn (Are we Muslims?). Al-Insān bayna al-māddīyah wa-al-Islām. (Man between the Material World and Islam). Islam and the Crisis of the Modern World dan masih banyak lagi. Maka tak heran, lepas dari penjara ia pun mendapatkan gelar Profesor Kajian Islam di Arab Saudi.
Muhammad Quthb menekankan bagaimana pentingnya peran yang dimiliki seorang ibu dalam Islam. Ibu tidak saja adalah pihak yang dekat secara emosional kepada seorang anak, tapi ia juga memiliki pengaruh besar terhadap masa depan akhlak dari generasi yang dilahirkannya.
Menurut Muhammad Quthb anak yang pada kemudian hari mendapatkan ujian berupa kehancuran moral akan bisa diatasi, asal sang anak pernah mendapatkan pengasuhan ibu yang solehah. Pendidikan Islami yang terinternalisasi dengan baik, akan membuat sang anak lekas bangkit dari keterpurukannya mengingat petuah-petuah rabbani yang pernah terekam dalam memorinya.
Sebaliknya, ayah yang memiliki istri yang sudah rusak dari awalnya, maka ia pun hanya akan melahirkan sebuah keturunan yang memiliki kepribadian persis dengan wanita yang dipinangnya. Sifat alami anak yang banyak mengimitasi perilaku sang ibu akan membuka peluang transferisasi sifat alami ibu kepada anaknya.
Maka kerusakan anak akan amat tergantung dari kerusakan ibu yang mendidiknya. Oleh karena itu, dalam bukunya Ma’rakah At Taqaaliid, Muhammad Quthb mengemukakan alasan mengapa Islam mengatur konsep pendidikan yang terkait dengan arti kehadiran ibu dalam keluarga.
Ia menulis:
“Dalam anggapan Islam, wanita bukanlah sekadar sarana untuk melahirkan, mengasuh, dan menyusui. Kalau hanya sekedar begitu, Islam tidak perlu bersusah payah mendidik, mengajar, menguatkan iman, dan menyediakan jaminan hidup, jaminan hukum dan segala soal psikologis untuk menguatkan keberadaannya… Kami katakan mengapa ‘mendidik’, bukan sekedar melahirkan, membela dan menyusui yang setiap kucing dan sapi subur pun mampu melakukannya.”
Konsep inilah yang tidak terjadi di Negara Barat. Barat mengalami kehancuran total pada sisi masyarakatnya karena bermula dari kehancuran moral yang menimpa wanitanya. Wanita-wanita Barat hanya dikonsep untuk mendefinisikan arti kepribadian dalam pengertian yang sangat primitif, yakni tidak lain konsep pemenuhan biologis semata.
Dosen dan pelacur bisa jadi sama kedudukannya mirip dengan perkataan Sumanto Al Qurtubhy, kader Liberal didikan Kanada yang berujar, “Lho, apa bedanya dosen dengan pelacur? Kalau dosen mencari nafkah dengan kepintarannya, maka pelacur mencari makan dengan tubuhnya.”
Qurthuby hanyalah muqollid (pengikut) dari Sigmund Freud, psikolog kenamaan asal Austria yang membumikan konsep psikoanalisis. Ia mengatakan ketika dorongan seksual sudah menggelora dalam diri pria maupun wanita, maka sudah selayaknya mereka tuntaskan lewat jalan perzinahan, tanpa harus melalui alur pernikahan. Maka itu Freud menuding orang yang senantiasa menjaga akhlaknya rentan terserang gangguan psikologis seperti neurosis.
Kini Freud memang telah mati, namun gagasan itu membekas dalam pribadi orang Barat. Jika anda kerap menyaksikan berita Olahraga, pembawa acara sering memberitakan bahwa salah seorang pemain sepakbola di Inggris telah memiliki anak dari pacarnya, ya pacar dan bukan istri. Karena konsep pernikahan sudah mendebu di benua biru.
Pasca kematian Freud, muncul banyak pengganti yang tidak lebih ekstrem, salah satunya Lawrence Kohlberg. Ia adalah pengusung metode pendidikan Karakter. Metode ini sudah gagal di Barat dan sekarang diimpor ke negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia.
Wajah pendidikan Karakter terlihat manis. Ia mentitah agar para siswa berperilaku jujur dan memegang komitmen. Namun ia tidak memliki dasar agama, jika seorang remaja memilih untuk hidup tanpa tuhan, tidak menjadi persoalan dalam pendidikan karakter, asal itu dapat dipertanggungjawabkan.
Begitu pula masalah hubungan seks. Bagi Kohlbergian, kita tidak boleh menyalahkan seorang anak perempuan yang hamil di luar nikah, sebab masalah baik atau buruk menjadi relative. Pendidikan Karakter pun tidak boleh menghakiminya, karena anak akan jatuh salah jika ia tidak bisa mempertanggungjawabkan hubungan seksnya. Jadi jika remaja perempuan hamil masih bisa terbebas dari “dosa”, asal ia siap menjadi ibu. Urusan benar atau salah tergantung tanggung jawab, bukan agama.
Maka tak heran, ketika Lawrence Kohlberg lebih memilih bunuh diri dengan menyelam di laut yang dingin pun disambut gembira oleh masyarakat Barat. Alasannya bisa membuat kita sebagai umat muslim tertawa: Kohlberg telah memilih jalan yang memang ia kehendaki. Ya terlepas dari dia yang akan masuk neraka jahnam. Sebuah metode berfikir yang terlalu konyol untuk kita fahami.
Kita kembali lagi ke masalah perempuan. Kehidupan Barat yang bebas sejatinya diawali dari kehendak dari kalangan wanita untuk hidup bebas dan meredeka sesukanya. M. Thalib, cendekiawan muslim yang telah menulis puluhan buku tentang pendidikan Islam juga menekankan bagaimana proyek Zionis dibalik wacana pembebasan wanita di Barat. Menurutnya kaum Yahudi memiliki peran kuat dibalik slogan Liberty, Egality dan Fraiternity (kebebasan, persamaan dan persaudaraan) kepada bangsa Perancis.
Hal ini dipropagandakan oleh Zionis dan disebarkan ke penjuru dunia hingga kita bisa merasakan apa yang disebut Hak Asasi Manusia dan Feminisme pada saat ini. Dalam bukunya, “Pergaulan Bebas, Prostitusi, dan Wanita”, M. Thalib menulis,
“Slogan-slogan inilah yang membuat orang-orang bodoh turut serta mengulang-ulanginya di seluruh penjuru dunia di kemudian hari, tanpa berfikir dan memakai akalnya lagi.”
Mungkin terasa ganjil bagi kita, mengapa Yahudi sebagai bangsa yang pongah begitu takut dengan perempuan? Jawabannya sederhana: membiarkan seorang wanita tumbuh menjadi solihah adalah alamat “kiamat” bagi mereka.
Jika seorang ibu yang solehah bisa mengasuh 5 anak muslim di keluarganya untuk tumbuh menjadi generasi mujahid. Kita bisa hitung berapa banyak generasi yang bisa dihasilkan dari 800 juta perempuan muslim saat ini?
Seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah, “Siapakah manusia di muka Bumi ini yang harus diperlakukan dengan cara yang paling baik ?”. Rasul menjawab, “Ibumu”. “Setelah itu siapa lagi ya Rasul”. Sekali lagi Rasul menjawab, “Ibumu”. Sahabat bertanya kembali, “Kemudian siapa?”. Lagi-lagi Rasul menjawab “Ibumu, baru Ayahmu”. [Shahih, Diriwayatkan oleh Imam Bukhari).
by admin ( www.facebook.com/IkrAmZz )

sumber tulisan : 
https://id-id.facebook.com/KehebatanIlmuPengetahuanYangLuas/posts/611778712167667:0

Selasa, 28 April 2015

Jakarta – Jogja



Kali ini kita putuskan untuk naik kereta, soalnya lebih irit. Yang sebenarnya, naik kereta itu ada sensasi tersendiri. Dengan kereta, kita bisa berjalan selayaknya bus untuk melewati titik demi titik menuju titik tujuan. Memakai kereta kelas ekonomi juga sudah cukup nyaman, tidak terlalu mahal dan cukup kondusif untuk melakukan banyak hal saat perjalanan.
 
Sebelumnya, ada yang tak suka menjalani perjalanan? Sebuah proses panjang yang terkadang membutuhkan kesabaran. Bukan terkadang, jelas iya butuh. Ya ini satukan persepsi perjalanan yang bisa dibilang jarak jauh dulu ya. Perjalanan yang bisa membuat kita lebih mendekat atau lebih menjauh dari-Nya. 

Sebuah perjalanan adalah proses. Dimana kita dikondisikan diberi nikmat untuk tetap berada dalam kendaraan, bisa bus atau kereta atau pesawat. Nah perjalanan terkadang menjadi satu ujian bagi mereka yang menjalaninya.

Pertama sebelum perjalanan, ujian niat. Apa niat kita dalam perjalanan? Dilain hal kita mengunjungi suatu tempat untuk sebuah urusan tentu kita harus memahami bahwa apapun niatnya itu yang kita dapatkan. Misal saja kita melakukan perjalanan untuk sebuah urusan amanah, tentu hal yang harus kita luruskan adalah niatnya, Lillah. Benar-benar kita melakukan perjalanan untuk menunaikan amanah.

Kedua saat perjalanan, kamu melakukan apa? Proses perjalanan terkadang kita harus pintar-pintar mengatur semuanya. Urusan makan, urusan sholat, urusan kesehatan. Semua adalah ujian bagi yang melakukannya. Urusan yang ingin aku bahas disini adalah urusan sholat yang mungkin saja terkadang jadwa keberangkatan tidak sesuai dengan waktu-waktu sholat. Maka sebelum melakukan perjalanan jauh, seharusnya kita mengilmui supaya perjalanan kita barokah dan baik. Sesuai aturanNya. Sehingga jangan sampai kita melalaikan hak-hak Allah saat perjalanan. Begitu juga urusan makan, dimana harus memperhatikan halal dan baiknya. Sebelum perjalanan kita juga bisa melakukan banyak hal yang bermanfaat. Misalnya memiliki target membaca buku, membaca Al-Quran, atau berbicara dengan orang disamping duduk kita untuk silaturakhim. Begitu naa...

Perjalanan adalah hal yang menyenangkan dan membahagiakan bagi mereka yang bersiap. Apalagi kita bisa melatih kepekaan hati, mata, telinga untuk melihat setiap ciptaan-Nya. Dan kita bisa berdoa untuk kebaikan yang bisa kita berikan untuk orang-orang disekitar kita. BarokaLlahu fii safarik ...

Ditulis disaat perjalanan menggunakan kereta Jakatingkir, Jakarta-Jogja
26 April 2015